Indikasi Penyelenggara Pendidikan Hisap Darah Masyarakat

JAMBI.MPN _ Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Kota Jambi adalah salah satu sekolah favorit dan ternama di kota jambi, ini dibuktikan dengan banyaknya siswa dan siswi yang mendaftar disekolahan ini setiap tahun nya.

Namun didalam sekolah yang banyak peminat nya ini, ternyata banyak juga terdapat sumbangan kepada siswa dan siswi nya, bahkan banyak juga siswa dan siswi yang merasa tidak mampu untuk memenuhi semua sumbangan yang ada di SMA N 3 ini.

Adapun sumbangan yang di gelar didalam lingkungan sekolah ternama ini, team media online dapat dari orang tua siswa yang merasa tidak mampu membayar nya seperti :

1. Sumbang Komite, mulai dari Rp. 20.000 (Dua Puluh Ribu Rupiah) sampai Rp. 100. 000 (Seratus Ribu Rupiah) per bulan nya.

2. Sumbangan pembelian AC sebesar Rp. 200.000 (Dua Ratus Ribu Rupiah) hingga Rp. 300.000 (Tiga Ratus Ribu Rupiah) untuk ruang kelas 11 dan 12.

3. Uang kas rata rata Rp. 20.000 (Dua Puluh Ribu) per bualan per siswa.

Didalam belajar mengajar disekolah SMA N 3 ini juga menggunakan LKS (Lembar Kerja Siwa) yang harganya berkisaran Rp. 15.000 (Lima Belas Ribu Rupiah) sampai Rp. 20.000 (Dua Puluh Ribu Rupiah).

Dalam Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah, telah jelas melarang dengan tegas Komite Sekolah melakukan pungutan baik kepada orang tua ataupun murid.

Komite boleh saja melakukan sumbangan tapi tetap ada rambu rambunya bukan sembarangan melakukan sumbangan.

Komite Sekolah harus membuat proposal terlebih dahulu dan wajib diketahui oleh sekolah sebelum melakukan penggalangan dana dari orangtua atau wali siswa maupun sumber yang berkompeten dengan  pendidikan lainnya.

Biasanya sekolah penerima BOS tidak mudah begitu saja melakukan pungutan, karena banyak item pembiayaan di sekolah telah menggunakan dana BOS. Jadi perlu dicermati oleh sekolah yang akan melakukan penggalangan dana di sekolah.

Team media online melakukan konfirmasi langsung kepada kepala sekolah SMA N 3 Suryadi, saat dikonfirmasi Suryadi mengatakan.

Mengenai sumbangan pembelian AC untuk ruang kelas 11 dan 12, Suryadi membenarkan perihal sumbangan pembelian AC tersebut.

“Memang benar ditahun ini sekolah mengadakan sumbangan pembelian AC untuk ruang kelas 11 dan 12. “Ujar Suryadi,”

“Akan tetapi saya sudah memberikan pengarahan kepada guru yang melaksanakan nya, jangan sampai memberatkan siswa atau siswi dan orang tua mereka, bagi yang mampu menyumbang saja. “Tambah Suryadi,”

Mengenai LKS (Lembar Kerja Siswa) Suryadi mengetahui adanya Jual beli LKS antar guru mata pelajaran dan siswa siswi nya.

“Ada beberapa guru mata pelajaran yang memang melakukan belajar menggunakan LKS, tapi tidak semua guru mata pelajaran melakukan belajar mengajar menggunakan LKS. “Ungkap Suryadi,”

“Jika memang ada siswa dan siswi yang tidak mampu membeli LKS guna untuk kelancaran belajar disekolah, temui saya dan akan saya fasilitasi siswa atau siswi tersebut untuk mendapatkan LKS. “Pungkas Suryadi,”

Penggunaan LKS untuk siswa sangat tidak tepat, karena dapat mengubah filosofi cara belajar siswa aktif menjadi pasif, sehingga sistem pembelajaran yang harusnya mengutamakan diskusi antar guru dan teman sejawat tidak berjalan dengan baik.

Perbuatan tersebut bertentangan dengan amanat Konstitusional tentang salah satu tugas negara yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa.

Serta bertentangan aturan yang bersifat khusus tentang Pendidikan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menjamin penyelenggaraan pendidikan dengan tanpa memungut biaya.

Merujuk pada definisi dan unsur-unsur pembuktian berdasarkan kaidah hukum pembuktian sepertinya baik sebagian maupun secara keseluruhan kejadian di unit sekolah milik Pemerintahan Provinsi Jambi tersebut masuk dalam ranah Pidana Korupsi.

Ketentuan pembiayaan tidak hanya diatur dengan Undang-Undang sebagaimana diatas akan tetapi diatur dengan Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional yang dimaksud.

Dengan adanya larangan jual beli buku LKS di sekolah yang diatur dengan tegas dalam pasal 181a Peraturan Pemerintah (PP) nomor 17 tahun 2010 tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan.

Dengan amanat: “pendidik dan tenaga pendidik baik individu maupun kolektif, dilarang menjual buku pelajaran LKS, bahan ajar, perlengkapan bahan ajar, seragam sekolah atau bahan pakaian seragam disatuan pendidikan”.

Berdasarkan pasal itu sudah jelas, guru ataupun karyawan disekolah tidak boleh menjual buku buku maupun seragam disekolah yang nota benenya sudah diakomodir oleh negara melalui Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS).

(Susi Lawati)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *